Arus Teknologi yang masuk, seperti komputer, internet, televisi, radio, hp dan masih banyak lain sebagainya mampu memberi kemudahan manusia untuk menyelesikan pekerjaannya dengan lebih cepat. Namun ternyata seperti mata pisau, perubahan globalisasi dan teknologi ini dapat menjadi positif memudahkan kehidupan manusia, namun juga bisa membawa dampak negatif yang jumlahnya juga tidak sedikit.
Keluarga yang memiliki peran sebagai manusia yang memberi pendidikan dan pengetahuan sebagai unsure masyarakat terkecil pun tak luput dari pengaruh tersebut. Orientasi keluarga ikut bergeser seiring dengan perubahan lingkungan yang begitu cepat. Berikut beberapa pengaruh pergeseran nilai-nilai kehidupan keluarga dalam era tersebut:
1. Pencapaian Materi
Munculnya penekanan pada berita di berbagai media bahwa kebahagiaan diukur pada pencapaian materi. Rumah yang bagus, sekolah yang tinggi atau kendaraan menjadi cermin keberhasilan. Orang tua berlomba-lomba untuk mengarahkan anak agar dapat mengenyam pendidikan nantinya lebih mudah dalam mencari pekerjaan. Pencapaian materi ini memunculkan nilai “mencari makan untuk hidup” bukan lagi “mencari makna kehidupan”.
2. Sekolah
Orang tua berlomba-lomba mencari sekolah ‘unggulan’ dalam upaya mencapai prestasi setinggi-tingginya untuk anak. Sekolah bagus ditandai dengan peringkat dan fasilitas yang dimilikinya. Sekolah favorit seperti internasional atau metode khusus menjadi cerminan sekolah bagus, sehingga muncul anggapan bahwa untuk menyekolahkan anak membutuhkan biaya yang besar. Nilai dan angka menjadi prioritas utama orang tua. Pendidikan mengutamakan prestasi melalui proses persaingan antar siswa. Namun apakah sekolah tersebut memang sesuai untuk anak ? Ini perlu di telaah lebih lanjut.
3. Anak sebagai alat “kebanggaan” keluarga
Setiap manusia memiliki fitrah dan potensinya masing-masing. Orang tua mengutamakan perkembangan anak dari segi intelektual, fisik dan ekonomi. Orang tua melakukan hal apapun yang penting kebutuhan pendidikan anak-anaknya dapat terpenuhi. Secara tidak sadar orang tua menanamkan cita-citanya pada anak. Anak menjadi perwujudan cita-cita orang tua.
4. Gaya Hidup
Gaya hidup ditandai oleh food (makanan), fun (hiburan), fashion (mode), dan thought (pemikiran). Pola makan anak mulai bergeser menjadi senang dengan makanan cepat saji, yang mana mudah ditemui di berbagai tempat, sehingga menyebabkan asupan gizi juga berubah. Alat permainan seperti game, TV, video dan tempat hiburan menawarkan kesenangan dan hiburan yang dapat memberikan dampak tertentu dari penggunaannya. Model pakaian cepat berubah dengan berbagai bentuk yang menarik, walaupun tidak sesuai dengan syariat atau budaya Indonesia, hal ini menimbulkan kecenderungan untuk menjadi konsumtif dengan memperbaharui model pakaian. Mall atau supermarket yang menjamur tentunya turut memfasilitasi dan mempermudah nilai globalisasi tertanam pada anak, misalnya materialistis dan konsumtif.
5. Kedua orang tua bekerja
Untuk mencapai tingkat kehidupan yang dirasa akan membahagiakan tadi yaitu materi, sekolah anak dan gaya hidup, maka tren yang terjadi saat ini adalah kedua orang tua yang bekerja. Materi yang menjadi alat ukur untuk pencapaian kesuksesan menggeser fitrah dan fungsi orang tua. Fungsi Ibu sebagai pendidik yang pertama dan utama tergantikan oleh asisten rumah tangga, demi mencapai ASI (Air Susu Ibu) eksklusif, hubungan kelekatan yang terjadi saat ibu menyusui anaknya tergantikan oleh pompa ASI untuk beberapa Ibu bekerja. Tidak salah memang Ibu bekerja, namun perlu kebijakan untuk melakukan hal ini sehingga pengasuhan terhadap anak tidak tertinggal. Karena Investasi yang terpenting dalam keluarga adalah pengasuhan anak yang bahagia sehingga dapat menjadi anak dan generasi penerus Indonesia yang sehat jasmani, rohani dan spiritual, bisa berperan menjadi anak yang berbakti kepada orang tua dan manfaat untuk nusa dan bangsa.
6. Keimanan
Orang tua melakukan hal apapun yang penting untuk kebutuhan pendidikan anak-anaknya, sehingga terjadi pergeseran aspek keimanan yang merupakan kebutuhan pokok yang bersifat mendasar bagi anak. Jika anak dalam keluarga senantiasa terdidik dalam warna nuansa keimanan dalam beragama, maka kepribadiannya akan terbentuk dengan warna keimanan tersebut. Namun sebaliknya jika anak tumbuh dalam suasana yang jauh dari nilai-nilai keimanan, maka jelas kelak dia akan tumbuh menjadi anak yang tidak memiliki nilai-nilai moral dan keimanan. Oleh sebab itu orang tua harus mengutamakan faktor perkembangan akhlaq selain intelektual.
Dapat disimpulkan bahwa beberapa pergeseran nilai-nilai kehidupan keluarga dalam era globalisasi ini, diperlukan kemampuan orangtua untuk dapat menyeimbangan proses pembelajaran bagi anak dengan menyeimbangkan keadaan mental dan intelektualnya. orang tua yang memiliki kemampuan menyeimbangkan pendidikan antara pelajaran umum dan agama akan lebih mudah mengarahkan anak.
Sumber: nanamaznahzubir.com/globalisasi-dan-keluarga
Re-post oleh okamiharja37.blogspot